GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

 

A.   Kondisi Umum Daerah Saat ini

 

Otonomi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah daerah dan Undang-Undang 33 Tahun 2004 tentang peRImbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah membawa konsekwensi bahwa Pemerintah Daerah harus lebih profesional mengelola semua sektor dan aspek dari segala bidang, baik aspek ekonomi, politik dan sosial budaya. Dinas Sosial, Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota Tangerang Selatan sebagai Dinas teknis berusaha seoptimal mungkin dapat melayani masyarakat sesuai dengan tugas dan fungsinya. Dalam Persepektif Konsep Kepemimpianan Lokal.  Pemerintah Kota Tangerang Selatan merupakan wilayah pemekararan dari Kabupaten Tangerang. Pemekaran Wilayah tersebut murni aspirasi dan keinginan masyarakat Kota Tangerang Selatan, saat inipun Penjabat Sementara walikotanya adalah Warga Kota tangerang selatan, pemekaran meiliki tujuan utama untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat,  peningkatan kualitas dan kuantitas sarana prasarana lain, melalui kualitas dan kuantitas berbagai fasilitas baik sosial, ekonomi, kebudayaan, pertanahan dan fasilitas umum lainnya. Sejalan dengan laju pertumbuhan penduduk yang selalu meningkat dan peningkatan kemudahan akses baik akses fisik transportasi, serta ditunjang adanya kemajuan teknologi komunikasi, tuntutan kemudahan pelayanan terhadap kepentingan masyarakat juga meningkat. Masyarakat di berbagai daerah, baik  diperkotaan maupun dipedesaan, mengharapkan adanya perbaikan kualitas pelayanan dan kemudahan birokrasi. Selama ini, Pemerintah daerah Kota Tangerang Selatan sebagai daerah pemekaran baru selalu berupaya untuk meningkatkan pertumbuhan berbagai bidang kehidupan di 7 kecamatan yang ada. Berkaitan dengan upaya tersebut, untuk memenuhi tuntutan masyarakat terhadap peningkatan kualitas pelayanan dan kemudahan birokrasi, Pemerintahan Daerah Kota Tangerang Selatan terutama dinas yang berkaitan langsung membeRIkan pelayanan kepada masyarakat berusaha melakukan peningkatan kualitas baik sarana prasarananya maupun profesionalitasnya.

Sebagai daerah otonom baru, dalam pembangunannya Kota Tangerang Selatan berorientasi pada peningkatan pelayanan publik agar masyarakat lebih dapat merasakan dampak dari pembangunan sehingga dapat meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Dalam hal ini, perencanaan pembangunan tidak hanya beroRIentasi pada kegiatan yang bersifat fisik seperti pembangunan/pemeliharaan jalan, namun juga kegiatan yang berorientasi pada pengembangan sumber daya manusia masyarakat Kota Tangerang Selatan.

Pembangunan kesejahteraan sosial yang telah dilaksanakan pada wilayah Kota tangerang Selatan ketika masih dalam kabupaten Induk pada umumnya telah memberi kontribusi peran pemerintah dan masyarakat di dalam mewujudkan kesejahteraan sosial yang makin adil dan merata. Sasaran utama program pembangunan kesejahteraan sosial adalah manusia, maka perubahan-perubahan yang secara langsung terkait dengan sasaran program tersebut terutama permasalahan dan kebutuhannya,serta ukuran-ukuran taraf kesejahteraan sosialnya sangat berpengaruh terhadap arah,tujuan dan kegiatan-kegiatan program.

Permasalahan dan kebutuhan-kebutuhan manusia tidak terlepas dari kondisi dan perubahan lingkungan baik fisik maupun non-fisik; dalam kawasan lokal, nasional dan global. Maka perencanaan yang lebih cermat perlu dilakukan dengan memperhatikan aspek manusia, lingkungan fisik, sosial dan lingkungan strategisnya. Hal-hal ini akan mengkaitkan pembangunan kesejahteraan sosial dengan bidang pembangunan yang lain; ekonomi, politik, sosial-budaya, pertahanan dan keamanan. Di dalam konteks inilah sesungguhnya posisi pembangunan kesejahteraan sosial dapat diperhitungkan sebagai bagian integral dan bagian strategis pembangunan.

Permasalahan kesejahteraan sosial ke depan masih didominasi oleh permasalahan kemiskinan dan keterlantaran, kecacatan, keterpencilan dan ketertinggalan, ketunaan sosial dan penyimpangan perilaku serta akibat bencana. Namun demikian, permasalahan “aktual” yang terkait dengan kelangsungan kehidupan kenegaraan seperti disintegrasi sosial, kesenjangan sosial, perlu memperoleh perhatian yang serius dan berkelanjutan. Demikian pulapermasalahan kesejahteraan sosial PMKS dan dampak pelaksanaan berbagai bidang pembangunan lain, secara intensif perlu ditangani melalui berbagai cara. Apabila hal ini luput dari perhatian, resiko-resiko yang potensial terjadi akan menjadi beban yang sangat berat baik terhadap meningkatnya beban “murni kesejahteraan sosial” maupun permasalahan yang bersifat lebih “makro” terkait dengan masalah pembangunan lainnya.(Data terlampir).Tabel 3.A.1 dan tabel 3.A.2

Diperlukan penyikapan secara terfokus, profesional dan proporsional dalam wujud visi, misi, arah kebijakan, strategis, program dan kegiatan pokok indikator kinerja dan dukungan sumber yang lebih jelas; agar hasil nyata pembangunan kesejahteraan sosial menjadi lebih nyata manfaatnya bagi masyarakat dan lebih “terhitung” kontribusinya di dalam pembangunan nasional.

Demikian pula halnya dalam bidang ketenagakerjaan, dimana terdapat kurang lebih seribu Perusahaan Industri, Jasa dan Perdagangan yang membutuhkan tenaga kerja dituntut untuk mempunyai  managemen yang sehat dengan Tenaga Sumberdaya manusia yang memiliki kemampuan/skill agar dapat bersaing di Era Global dan Asean China Free Trade Area. Salah satu indikator pembangunan manusia yang merupakan cara untuk mengukur dimensi pokok pembangunan manusia akses terhadap sumber daya yang dibutuhkan untuk mencapai standar hidup layak yaitu melalui pengukuran pengeluaran konsumsi/daya beli yang dipengaruhi oleh tingkat upah, kesempatan kerja dan pertumbuhan ekonomi.

. Kondisi demikian akan berdampak lebih luas yang berkaitan terhadap masalah sosial budaya, maupun masalah-masalah lain yang ada kaitannya dengan berbagai aktivitas perekonomiaan mulai investasi, industri, perdagangan, pariwisata, perikanan, pertambangan dan energi, transportasi dan telekomunikasi (aspek prosperty). Managemen Perusahaan yang sehat dapat menekan Tingginya jumlah pengangguran ini disebabkan karena beberapa faktor antara lain :

1.    Pertumbuhan kesempatan kerja atau pertumbuhan angkatan kerja tidak sebanding dengan pertumbuhan angkatan kerja

2.    Terjadi PHK di beberapa Dunia Usaha atau Perusahaan baik Industri, Jasa dan Perdagangan disebabkan Hubungan Industrial yang kurang sehat dan penanganan Pemerintah daerah sebagai fasilitator belum berjalan dengan baik..

3.    Rendahnya jumlah perusahaan yang berinvestasi di Kota Tangerang Selatan, sebagian besar investor yang telah memperoleh ijin tidak segera/belum beroperasi sehingga lapangan kerja tidak bertambah terutama disebabkan belum sepenuhnya regulasi mendukung dikarenakan proses peralihan dari kabupaten Induk kepada Daerah Otonomi pemekaran belum berjalan optimal.

Dengan jumlah perusahaan yang tersebar di wilayah Tangerang Selatan kurang lebih 1000 perusahaan yang menurut data tahun 2009 sebagai berikut :

Picture
Picture
Oleh karena itu untuk mengatasi permasalahan Managemen Perusahaan yang berakibat pada penggangguran tersebut, Kepemimpinan Lokal dalam hal ini Pemerintah Kota Tangerang Selatan harus berupaya untuk meningkatkan sumber daya manusia, baik sumber daya manusia pencari kerja maupun sumber daya manusia aparatur, sebagai upaya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat melalui pembangunan ketenagakerjaan.

Dalam upaya mewujudkan pembangunan ketenagakerjaan di Kota Tangerang Selatan tersebut tidak dapat terlepas dari peran Pengawas dan tenaga Pengawas dan Mediator Ketenagakerjaan Ketenagakerjaan. Tugas Pengawas dan Pengawas dan Mediator Ketenagakerjaan memiliki peranan yang strategis dalam mewujudkan hubungan Industrial yang kondusif dan harmonis. Bahkan, Pengawas dan Pengawas dan Mediator Ketenagakerjaan harus  menjadi ujung tombak pada suatu mekanisme pengawasan dan mediasi dalam penyelesaian perselisihan hubungan Industrial, khususnya di luar jalur pengadilan.

Hubungan antara pekerja dan pengusaha yang secara tertulis dituangkan dalam perjanjian kerja tidak selamanya berjalan mulus. Ada kalanya salah satu atau kedua belah pihak melalaikan kewajibannya dan atau tidak memenuhi haknya, meskipun Undang – Undang dan peraturan pendukung lainnya baik pusat maupun daerah sudah diterbitkan sebagai payung hukum.  Dengan tidak dipenuhinya hak atau kewajiban tersebut, dapat menimbulkan perselisihan hubungan Industrial antara pekerja dengan pengusaha. Perselisihan sewajarnya bisa diselesaikan sendiri antara masing-masing pihak secara musyawarah mufakat. Tetapi seringkali dengan jalan tersebut tidak ditemui kata sepakat, sehingga masalah perselisihan diselesaikan melalui Pengawas dan Mediator Ketenagakerjaan. Perselisihan Hubungan Industrial tersebut diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004.

Dalam melaksanakan tugas pokok tersebut permasalahan nyata saat ini yang dapat diidentifikasi pada Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota Tangerang Selatan terkait masalah Sosial ketenagakerjaan, antara lain:

1.      Belum adanya data yang uptodate tentang Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS), dan Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial

2.      Masih tingginya masalah sosial konvensional ( orang terlantar,anak nakal,tuna susila,gelandangan,pengemis,korban penyalahgunaan narkoba, korban kekerasan dalam rumah tangga,penyandang cacat,bekas narapidana,jompo terlantar,keluarga miskin,Perintis Kemerdekaan,Keluarga Pahlawan Nasional,Korban bencana alam dan musibah lain, anak jalanan )

3.      Terdapatnya masalah psikososial korban bencana dan belum optimalnya penanggulangan kemiskinan

4.      Jumlah perusahaan yang sangat besar tidak sebanding dengan petugas yang ada.

5.      Perusahaan yang ada belum seluruhnya melaksanakan peraturan PerUndang-Undangan ketenagakerjaan.

6.      Masih adanya persepsi yang berbeda antara para pekerja/serikat pekerja dengan pihak Asosiasi Pekerja dan manajemen perusahaan dalam melaksanakan peraturan perUndang-Undangan ketenagakerjaan.

7.      Sebagai Daerah Otonom baru Kota Tangerang Selatan memiliki Kemampuan anggaran Pemerintah daerah yang masih terbatas, bila di bandingkan dengan kebutuhan operasional penanganan Sosial serta pembinaan dan penegakan peraturan ketenagakerjaan.

8.      Masih terbatasnya sarana dan prasarana kantor untuk penunjang pelayanan prima terhadap masyarakat khususnya pelaku usaha dan para pekerja.

9.      Personil yang ada masih kurang baik jumlah maupun profesionalismenya, sehingga masih terasa ada kelemahan dalam melaksanakan pelayanan prima, yang ada hanya 3 orang yang sudah mempunyai kompetensi Pengawas dan Mediator Ketenagakerjaan sedangkan kasus yang harus di tangani setiap tahun kurang lebih mencapai 35  kasus.

10.  Adanya ketidakpuasan baik dari para pekerja/serikat pekerja maupun dari pengusaha atas penyelesaian kasus perselisihan ketenagakerjaan dan Hubungan Industrial.